Wednesday 28 April 2010

KEMANA ARAH PERAWATAN LUKA DI INDONESIA

Wednesday 28 April 2010
Saldy Yusuf, S.Kep.Ns.ETN.

Luka merupakan masalah global, bukan hanya di negara berkembang tapi juga di negara maju. Permasalahan luka bukan hanya pada "rusaknya integritas integumen" tapi lebih dari itu. Luka menimbulkan berbagai permasalahan yang kompleks dan terkait satu sama lain. Pasien dengan luka akan mengalami berbagai gangguan mulai dari hal yang sederhana seperti gangguan pola tidur hingga gangguan yang tidak kita perkirakan seperti gangguan body image bahkan gangguan interaksi sosial.

Saat ini yang menajdi fokus perhatian 'wound care expert' adalah luka kronis. Decubitus. Luka Diabetes, dan Luka Kanker menyita perhatian para ahli di berbagai belahan dunia. Issue-issue seperti biofilm, wound infection, wound diagnostik, bioenginering skin hingga biomolekular akan menjadi topik yang hangat dalam dekade ini.

Hal ini memberikan gambaran kepada kita di Indonesia bahwa kita tertinggal 20 tahun dari negara Eropa dan Amerika termasuk Jepang dalam teknologi perawatan luka. Ketika di tahun 2000-an kita hangat membicarakan modern wound dressing, moist concept, TIME concept, ternyata di luar hal ini sudah dibicarakan 20 tahun yang lalu.

Memang fokus perhatian pemerintah di bidang kesehatan terutama di wound care boleh saya katakan tidak ada. Belum ada kebijakan dan program untuk menurunkan insidens luka decubitus, belum ada program nasional pencegahan amputasi diabetik, dan belum ada anggaran untuk paliatif care bagi pasien dengan luka kanker.

Fokus pemerintah masih pada masalah klasik; menurunkan angka kematian ibu dan bayi, meningkatkan cakupan imunisasi dll. Aspek itulah yang dijadikan indiaktor peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Bila kita bandingkan dengan Pemerintah Jepang (sebagai contoh), melaksanakan screening decubitus dimana Pemerintah memberikan reward $ 400 US bagi perawat yang mendeteksi dan mencegah decubitus, walhasil insidens decubitus di Jepang hanya 1 digit yakni 3 % bandingkan dengan Negara kita dimana insidens decubitus sebesar 33%.

Memang sulit mengikuti jejak Pemerintah Jepang, untuk tahap awal yang paing penting adalah menyiapkan ilmu dan keterampilan perawat dalam perawatan luka, syukur-syukur kalau dalam 1 bangsal ada perawat terlatih untuk perawatan luka dan minimal ada 1 ET Nurse untuk setiap rumah sakit, saya yakin akan ada perubahan besar. Minimal bau eksudat tidak berhembus lagi di sudut-sudut bangsal Rumah Sakit.

0 comments:

Post a Comment